Selamat Datang di ILUBI MH Thamrin Selamat Datang di ILUBI MH Thamrin Selamat Datang di ILUBI MH Thamrin Selamat Datang di ILUBI MH Thamrin

Rabu, 22 Juni 2011

PERDARAHAN POSTPARTUM


A.   Pengertian
Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam setelah persalinan berlangsung.

B.   Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan perdarahan post partum adalah :
-       Grandemultipara
-       Jarak perasalinan pendek kurang dari 2 tahun
-   Persalinan yang dilakukan dengan tindakan : pertolongan kala uri sebelum waktunya, pertolongan persalinan oleh dukun, persalinan dengan tindakan paksa persalinan dengan narkosa.

C.   Klasifikasi
Perdarahan postpartum dibagi menjadi perdarahan postpartum primer dan sekunder :
1.    Perdarahan postpartum primer
Perdarahan postpartum primer terjadi dalam 24 jam pertama, penyebab utamanya Perdarahan postpartum primer adalah atonia uteri retensio plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Terbanyak dalam 2 jam pertama.
2.    Perdarahan postpartum sekunder
Perdarahan postpartum sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Penyebab utama perdarahan postpartum sekunder adalah robekan jalan lahir dan sisa plasenta atau membran. (Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & KB, hal. 295)
.
Atonia Uteri
Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan rangsangan taktil (pemijatan) fundus uteri. Perdarahan postpartum dengan penyebab uteri tidak terlalu banyak dijumpai karena penerimaan gerakan keluarga berencana makin meningkat (Manuaba & APN). 
Penatalaksanaan perdarahan karena atonia uteri
Peranan bidan dalam menghadapi perdarahan post partum karena atonia uteri
  1. Meningkatkan upaya preventif:
ü      Meningkatkan     penerimaan     gerakan     keluarga     berencana     sehingga memperkecil jumlah grandemultipara dan memperpanjangjarak hamil
ü  Melakukan konsultasi atau merujuk kehamilan dengan overdistensi uterus: hidramnion dan kehamilan ganda dugaan janin besar (makrosomia)
ü       Mengurangi peranan pertolongan persalinan oleh dukun.
  1. Bidan dapat segera melakukan rujukan penderita dengan didahului tindakan ringan:
ü  Memasang infus-memberikan cairan pengganti.
ü  Memberikan uterotonika intramuskular, intravena atau dengan drip.
ü  Melakukan masase uterus sehingga kontraksi otot rahim makin cepat dan makin kuat.
ü  Penderita sebaiknya diantar.

            Sikap bidan menghadapi atonia uteri
      (Manuaba, Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & KB, hal, 296)

Teknik KBI
  1. Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril, dengan lembut masukkan tangan (dengan cara menyatukan kelima ujung jari) ke intraktus dan ke dalam vagina itu.
  2. Periksa vagina & serviks. Jika ada selaput ketuban atau bekuan darah pada kavum uteri mungkin uterus tidak dapat berkontraksi secara penuh.
  3. Letakkan kepalan tangan pada fornik anterior tekan dinding anteror uteri sementara telapak tangan lain pada abdomen, menekan dengan kuat dinding belakang uterus ke arah kepalan tangan dalam.



               Gambar 1. Kompresi bimanual internal
.
  1. Tekan uterus dengan kedua tangan secara kuat. Kompresi uterus ini memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah di dalam dinding uterus dan juga merang­sang miometrium untuk berkontraksi.
  2. Evaluasi keberhasilan:
-       Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan KBl selama dua menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan tangan dari dalam vagina. Pantau kondisi ibu secara melekat selama kala empat.
-       Jika uterus berkontraksi tapi perdarahan terus berlangsung, periksa perineum, vagina dari serviks apakah terjadi laserasi di bagian tersebut. Segera lakukan    si penjahitan jika ditemukan laserasi.
-   Jika kontraksi uterus tidak terjadi dalam waktu 5 menit, ajarkan keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksternal (KBE, Gambar 5-4) kemudian terus­kan dengan langkah-langkah penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya. Minta tolong keluarga untuk mulai menyiapkan rujukan.
Alasan: Atonia uteri seringkali bisa diatasi dengan KBl, jika KBl tidak berhasil dalam waktu 5 menit diperlukan tindakan-tindakan lain.
  1. Berikan 0,2 mg ergometrin IM (jangan berikan ergometrin kepada ibu dengan hipertensi)         
Alasan : Ergometrin yang diberikan, akan meningkatkan tekanan darah lebih tinggi dari kondisi normal.
  1. Menggunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18), pasang infus dan berikan 500 ml larutan Ringer Laktat yang mengandung 20 unit oksitosin. 
          Alasan:   Jarum dengan diameter besar, memungkinkan pemberian cairan IV secara cepat, dan dapat 
                        langsung digunakan jika ibu membutuhkan transfusi darah. Oksitosin IV akan dengan cepat 
                        merangsang kontraksi uterus. Ringer Laktat akan membantu mengganti volume cairan yang 
                        hiking selama perdarahan.
  1. Pakai sarung tangan steril atau disinfeksi tingkat tinggi dan ulangi KBI.
Alasan:   KBI yang digunakan bersama dengan ergometrin dan oksitosin dapat membantu membuat uterus-berkontraksi
  1. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu sampai 2 menit, segera lakukan rujukan Berarti ini bukan atonia uteri sederhana. Ibu membutuhkan perawatan gawat-darurat di fasilitas kesehatan yang dapat melakukan tindakan pembedahan dan transfusi darah.
  2. Dampingi ibu ke tempat rujukan. Teruskan melakukan KBI hingga ibu tiba di tempat rujukan. Teruskan pemberian cairan IV hingga ibu tiba di fasilitas rujukan:
a.  Infus 500 ml yang pertama dan habiskan dalam waktu 10 menit.
b.  Kemudian berikan 500 ml/jam hingga tiba di tempat rujukan atau hingga jumlah cairan yang diinfuskan mencapai 1,5 liter, dan kemudian berikan 125 ml/jam.
c.   Jika cairan IV tidak cukup, infuskan botol kedua berisi 500 ml cairan dengan tetesan lambat dan berikan cairan secara oral untuk asupan cairan tambahan.

Kompresi bimanual eksternal
  1. Letakkan satu tangan pada abdomen di depan uterus, tepat di atas simfisis pubis.
                                            Garnbar 2. Kompresi bimanual eksternal

  1. Letakkan tangan yang lain pada dinding abdomen (dibelakang korpus uteri), usahakan memegang bagian belakang uterus seluas mungkin.
  2. Lakukan gerakan saling merapatkan kedua tangan untuk melakukan kompresi pembuluh darah di dinding uterus dengan cara menekan uterus di antara kedua tangan tersebut. (Pusdiknakes, Asuhan Persalinan Normal)
Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah persalinan bayi. Pada beberapa kasus dapat terjadi retensio plasenta berulang (habitual retentio plasenta). Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi karena sebagai benda mati, dapat terjadi plasenta inkar-serata, dapat terjadi polip plasenta, dan terjadi degenerasi ganas korio karsinoma.
Dalam melakukan pengeluaran plasenta secara manual perlu diperhatikan tekniknya sehingga tidak menimbulkan komplikasi seperti perforasi dinding uterus, bahaya infeksi, dan dapat terjadi inversio uteri.
Bagaimana bidan menghadapi retensio plasenta? Bidan sebagai tenaga terlatih di lini terdepan sistem pelayanan kesehatan dapat mengambil sikap dalam menghadapi "retensio plasenta" sebagai berikut:
1.    Sikap umum bidan.
a.   Memperhatikan keadaan umum penderita.
ü  Apakah anemis
ü  Bagaimana jumlah perdarahannya
ü  Keadaan umum penderita: tekanan darah, nadi, dan suhu
ü  Keadaan fundus uteri: kontraksi dan tinggi fundus uteri.
b.   ­Mengetahui keadaan plasenta.
ü  Apakah plasenta inkarserata
ü  Melakukan tes plasenta lepas: metode Kusnert, metode Klein, metode Strassman, metode Manuaba.
c.   Memasang infus dan memberikan cairan pengganti.


2.    Sikap khusus bidan.
a.  Retensio plasenta dengan perdarahan.
ü  Langsung melakukan plasenta manual
b.  Retensio plasenta tanpa perdarahan.
ü  Setelah dapat memastikan keadaan umum penderita segera memasang infus dan memberikan cairan
ü  Merujuk penderita ke pusat dengan fasilitas cukup, untuk mendapatkan penanganan yang lebih baik
ü  Memberikan transfusi
ü  Proteksi dengan antibiotika
ü  Mempersiapkan plasenta manual dengan legeartis dalam keadaan pengaruh narkosa.
3.    Upaya preventif retensio plasenta oleh bidan.
a.    Meningkatkan penerimaan keluarga berencana, sehingga memperkecil terjadi retensio plasenta.
b.    Meningkatkan penerimaan  pertolongan persalinan  oleh  tenaga kesehatan yang terlatih.
c.    Pada waktu melakukan pertolongan persalinan kala III tidak diperkenankan untuk melakukan  masase dengan  tujuan  mempercepat proses persalinan plasenta. Masase yang tidak tepat waktu dapat mengacaukan kontraksi otot rahim dan mengganggu pelepasan plasenta.

      Retensio plasenta dan plasenta manual
Plasenta manual merupakan tindakan operasi kebidanan untuk melahirkan retensio plasenta. Teknik operasi plasenta manual tidaklah sukar, tetapi harus dipikirkan bagaimana persiapan agar tindakan tersebut dapat menyelamatkan jiwa penderita.
Kejadian retensio plasenta berkaitan dengan:
1.     Grandemultipara dengan implantasi plasenta dalam bentuk plasenta adhesive, plasenta akreta, plasenta inkreta dan plasenta perkreta.
2.     Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan.
3.     Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan:
ü  Darah penderita terlalu banyak hilang.
ü  Keseimbangan baru berbentuk bekuan darah. sehingga perdarahan tidak ter­jadi.
ü  Kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam.
4.     Plasenta manual dengan segera dilakukan:
ü  Terdapat riwayat perdarahan postpartum berulang.
ü  Terjadi perdarahan postpartum melebihi 400 cc.
ü  Pada pertolongan persalinan dengan narkosa.
ü  Plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengah jam.
Plasenta manual
Persiapan plasenta manual:
ü  Peralatan sarung tangan steril.
ü  Desinfektan untuk genitalia eksterna.
Teknik:
ü  Sebaiknya dengan narkosa, untuk mengurangi sakit dan menghindari syok.
ü  Tangan kiri melebarkan genitalia eksterna, tangan kanan dimasukkan secara obsteris sarnpai mencapai tepi plasenta dengan menelusuri tali pusat
ü  Tepi palsenta dilepaskan dengan bagian luar tangan kanan sedangkan tangan kiri menahan fundus uteri sehingga tidak terdorong ke atas.
ü  Setelah seluruh plasenta dapat dilepaskan, maka tangan dikeluarkan bersama de­ngan plasenta.
ü  Dilakukan eksplorasi untuk mencari sisa plasenta atau membrannya.
ü  Kontraksi uterus ditimbulkan dengan memberikan uterotonika.
ü  Perdarahan diobservasi.
Bagaimana sikap bidan berhadapan dengan retensio plasenta? Bidan hanya diberikan kesempatan untuk melakukan plasenta manual dalam keadaan darurat de­ngan indikasi perdarahan di atas 400 cc dan terjadi retensio plasenta (setelah menunggu l/2 jam). Seandainya masih terdapat kesempatan, penderita retensio plasenta dapat dikirim ke puskesmas atau rumah sakit sehingga mendapat pertolong­an yang adekuat.
Dalam melakukan rujukan penderita dilakukan persiapan dengan memasang infus dan memberikan cairan dan dalam perjalanan diikuti oleh tenaga yang dapat memberikan pertolongan darurat.


      Komplikasi tindakan plasenta manual
Tindakan plasenta manual dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut:
Terjadi perforasi uterus.
ü  Terjadi infeksi: terdapat sisa palsenta atau membrane dan bakteria terdorong ke dalam rongga rahim.
ü  Terjadi perdarahan karena atonia uteri.
Untuk memperkecil komplikasi dapat dilakukan tindakan profilaksis dengan: memberikan uterotonika intravena atau intramuscular
ü  memasang tamponade uterovaginal
ü  Memberikan antibiotika
ü  memasang infus dan persiapan transfusi darah.


Skema tatalaksana inversio uteri

Inversio Uteri
Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk ke dalam kavum uteri, dapat secara mendadak atau terjadi perlahan. Selain dari pada itu pertolongan persalinan yang makin banyak dilakukan tenaga terlatih maka terjadi inversio uteri pun makin berkurang.
Kejadian inversio uteri sebagian besar disebabkan kurang legeartisnya pertolongan persalinan saat melakukan persalinan plasenta secara crede, dengan otot rahim belum berkontraksi dengan baik.
Untuk menegakkan kemungkinan terjadi inversio uteri dapat dilakukan pemeriksaan palpasi pada fundus uteri yang menghilang dari abdomen pada pemeriksaan dalam dapat dijumpai fundus uteri di kanalis servikalis bahkan bersama dengan plasenta yang belum lepas.

Skema tatalaksana inverslo uteri

Perdarahan Robekan Jalan Lahir
Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah yang bervariasi banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus dievaluasi, yaitu sumber dan jumlah. Perdarahan sehingga dapat diatasi. Sumber perdarahan dapat berasal dari perineum, vagina, servik, dan robekan uterus (rupture uteri). Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma dengan robekan jalan lahir dengan perdarahan bersifat arteril atau pecahnya pembuluh darah vena.
Perdarahan karena robekan jalan lahir banyak dijumpai para pertolongan persalinan oleh dukun karena tampa dijahit. Pertolongan persalinan dengan sesiko rendah mempunyai komplikasi ringan sehingga dapat menurunkan angka kematian ibu maupun perinatal.
Sikap bidan menghadapi perdarahan robekan jalan lahir
Gambar  Beberapa jenis episiotomi, yang menggambarkan otot lantai pelvis yang dilibat oleh masing-masing jenis. A. episiotomi median, B, episiotomi lateral, C. episiotomi mediolateral, D, insisi Schruchardt.



Gambar Reparasi laserasi tingkat tiga (I). Sudut atas luka vagina dipegang dengan benang traksi. Tepi luka dinding rektum anterior kembali dengan jahitan submukosa. Benang yang kuat menarik puntung otot sfingter ke arah depan dan menyatukannya di anterior deretan jahitan rektum.


Reparasi laserasi tingkat tiga (II). Jahitan dinding rektum dan sfingter diikat. Otot lantai pelvis dibentuk dengan masing-masing jahitan
Tahap penjahitan:
ü  Ujung tepi robekan dipe­gang dengan elis klamp dan diadaptasikan
ü  Jahit robekan serviks secara simpul, sehingga perdarahan berhenti secara sempurna.




ü  Robekan servik dapat pula dipegang dengan intestinum klamp dan selanjutnya dijahit secara simpul.


                                                                       (Manuaba,1998)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.